Sebuah truk yang membawa bantuan kemanusiaan memasuki Gaza dari sisi Mesir perlintasan perbatasan Rafah pada 24 Februari 2025. (Xinhua/Wang Dongzhen)
YERUSALEM, 3 Maret (Xinhua) -- Israel memblokir penyaluran bantuan kemanusiaan ke Jalur Gaza sejak Minggu (2/3) pagi waktu setempat, demikian dikonfirmasi oleh sejumlah pejabat Israel.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyampaikan bahwa langkah tersebut diambil untuk menekan Hamas agar menerima sebuah usulan baru untuk memperpanjang tahap pertama kesepakatan gencatan senjata dan pembebasan sandera, yang menurut Netanyahu diajukan oleh utusan Amerika Serikat (AS) untuk Timur Tengah Steve Witkoff.
"Sehubungan dengan penolakan Hamas untuk menerima usulan Witkoff untuk melanjutkan perundingan, kami memutuskan untuk mencegah masuknya barang dan pasokan apa pun ke Gaza," ujar Netanyahu saat rapat kabinet dimulai pada Minggu.
Dia memperingatkan bahwa Hamas akan menghadapi "konsekuensi tambahan" jika tidak menyetujui usulan itu.
Warga Palestina menerima makanan gratis dari pusat distribusi makanan di Gaza City pada 27 Desember 2024. (Xinhua/Mahmoud Zaki)
Netanyahu menuturkan bahwa intelijen Israel mengindikasikan bahwa Hamas menahan 59 sandera, termasuk "hingga 24 orang yang masih hidup dan sedikitnya 35 lainnya yang telah meninggal."
Omer Dostri, juru bicara Netanyahu, mengatakan dalam platform media sosial X bahwa "konvoi truk barang yang terlihat sedang menuju Gaza tiba di pos perlintasan dan mendapati pos itu telah ditutup, dengan akses masuk tidak diizinkan." Dia menambahkan bahwa Israel tidak akan membiarkan gencatan senjata itu berlanjut tanpa pembebasan sandera mereka.
Dalam pernyataannya, Hamas mengecam langkah itu dan menyebutnya sebagai "upaya terang-terangan untuk melanggar kesepakatan dan menghindari negosiasi tahap kedua." Kelompok itu mengatakan pemblokiran bantuan terhadap dua juta warga di Gaza merupakan "tindakan pemerasan murahan dan kejahatan perang," sembari mendesak kepada para mediator dan komunitas internasional untuk menekan Israel agar membatalkan keputusan tersebut.
Fase pertama gencatan senjata yang berlangsung selama 42 hari, yang mencakup penambahan bantuan kemanusiaan, berakhir pada Sabtu (1/3). Berdasarkan perjanjian itu, kedua pihak diperkirakan akan menegosiasikan tahap kedua, di mana Hamas akan membebaskan puluhan sandera yang tersisa dengan imbalan penarikan tentara Israel dan gencatan senjata permanen.
Sebuah truk yang membawa bantuan kemanusiaan memasuki Gaza dari sisi Mesir perlintasan perbatasan Rafah pada 24 Februari 2025. (Xinhua/Wang Dongzhen)
Hamas mengatakan bahwa pihaknya siap memulai negosiasi terkait kesepakatan gencatan senjata tahap kedua. Namun, Israel mengajukan kerangka kerja baru yang akan memperpanjang tahap pertama hingga setelah libur Ramadan dan Paskah Yahudi (Passover) bagi umat Islam dan Yahudi, yang berakhir pada 20 April mendatang, seraya menyebut hal itu sebagai gagasan dari utusan AS Steve Witkoff. Berdasarkan usulan itu, Hamas akan membebaskan separuh dari total sandera pada hari pertama dan tawanan yang tersisa akan dibebaskan pada akhir periode tersebut jika gencatan senjata permanen telah disepakati.
Netanyahu mengatakan bahwa Witkoff mengajukan rencana baru itu "setelah menyadari bahwa, pada tahap ini, tidak ada lagi cara untuk menjembatani kesenjangan antara posisi Israel dan Hamas terkait (perjanjian gencatan senjata) tahap kedua dan bahwa tambahan waktu untuk negosiasi diperlukan untuk mencapai kesepakatan yang memungkinkan." Selesai