Seorang wartawan tampak memotret di Balai Peringatan Korban Pembantaian Nanjing oleh Tentara Jepang di Nanjing, ibu kota Provinsi Jiangsu, China timur, pada 18 September 2021. (Xinhua/Li Bo)
NANJING, 16 Agustus (Xinhua) -- Balai Peringatan Korban Pembantaian Nanjing oleh Tentara Jepang (Memorial Hall of the Victims in Nanjing Massacre by Japanese Invaders) menggelar acara peringatan pada Kamis (15/8) pagi waktu setempat untuk menandai peringatan 79 tahun menyerahnya Jepang dalam Perang Dunia II (PD II).
Pada 15 Agustus 1945, perjuangan rakyat China selama 14 tahun melawan penjajah berakhir ketika Jepang menyatakan menyerah tanpa syarat.
Sekitar 30 orang, termasuk anak-anak sekolah, sukarelawan perguruan tinggi, dan keturunan penyintas Pembantaian Nanjing menghadiri acara yang digelar di sebuah ruang pameran yang menampilkan reka ulang adegan upacara penandatanganan terkait menyerahnya Jepang yang dilakukan di Nanjing pada 1945 silam.
Para hadirin menyaksikan film pendek berjudul "Countdown to Surrender" di acara tersebut.
Sebuah dinding melengkung yang terbuat dari batu pasir berwarna krem berdiri di ruang pameran, yang menampilkan 648 cap tangan berwarna merah cerah. Para pemilik cap tangan itu memiliki nama yang sama, yaitu para veteran Perang Perlawanan Rakyat China Terhadap Agresi Jepang.
"Ini adalah sidik jari mendiang veteran Zhang Yuhua, yang tangan kanannya tertembus peluru saat perang," ujar Zhang Ruochu, seorang siswa kelas dua SD di Nanjing, ibu kota Provinsi Jiangsu, China timur, saat menceritakan kisah di balik cap tangan para veteran tersebut kepada para hadirin.
Xia Shuqin adalah seorang penyintas Pembantaian Nanjing. Pada Kamis pagi, cucunya, Xia Yuan, dan cicitnya, Li Yuhan, juga menghadiri acara tersebut. Pada 2022, Xia dan Li diakui sebagai pewaris kenangan bersejarah terkait Pembantaian Nanjing.
Pembantaian Nanjing merujuk pada peristiwa saat pasukan Jepang merebut Nanjing pada 13 Desember 1937. Kala itu, Nanjing merupakan ibu kota China. Selama enam pekan, mereka menewaskan sekitar 300.000 warga sipil dan tentara tak bersenjata China dalam peristiwa yang dianggap sebagai salah satu episode paling kejam dalam PD II. Saat ini, hanya tersisa 32 penyintas pembantaian Nanjing yang masih hidup dan terdaftar.
Li Yuhan yang berusia 14 tahun, yang paling muda di antara para pewaris, menjadi pemandu di Balai Peringatan Korban Pembantaian Nanjing oleh Tentara Jepang selama beberapa tahun.
Xia mengatakan bahwa seiring bertambahnya usia neneknya dan semakin memburuknya pendengaran serta penglihatannya, dia berharap mereka dapat memberikan kesaksian atas nama neneknya, sehingga lebih banyak orang dapat mengetahui peristiwa bersejarah ini.
Di luar balai peringatan tersebut, para pengunjung membentuk antrean panjang. "Ini bukan hanya kepedihan Nanjing, melainkan juga kenangan bangsa kita. Kami akan mengingat sejarah dan lebih menghargai kehidupan kami yang damai saat ini," kata seorang pengunjung.
Menjelang peringatan menyerahnya Jepang, veteran Jepang Hideo Shimizu (94) mengunjungi bekas markas Unit 731 dan Ruang Pameran Bukti Kejahatan yang Dilakukan oleh Unit 731 Tentara Kekaisaran Jepang di Kota Harbin, China timur laut.
Pada Kamis, Shimizu mengakhiri kunjungan selama empat hari untuk permohonan maaf. "Ini mungkin kesempatan terakhir saya datang ke China untuk menyampaikan permintaan maaf," kata Shimizu. Dalam kunjungan tersebut, Shimizu menceritakan kepada kurator museum dan orang-orang lainnya tentang apa yang dia lihat selama dinas militernya.
Mantan anggota Korps Pemuda Unit 731 ini melarikan diri dari China bersama pasukan Jepang yang mundur pada 14 Agustus 1945. Selesai