Feature: Minyak bumi bawa Barat menuju era keemasan, tetapi jadi mimpi buruk bagi Irak

2024-07-30 18:22:25   来源:新华社

   "Irak seperti unta yang membawa emas sambil memakan duri," keluh Hussein Ali Saeed. "Kekayaan mengalir ke Barat. Rakyat Inggris, Prancis, Belanda, dan Amerika semuanya mendapat bagian, tetapi rakyat Irak tidak mendapat apa-apa."

   BAGHDAD, 30 Juli (Xinhua) -- Hussein Ali Saeed (81) telah menghabiskan seluruh hidupnya di Kirkuk, sebuah kota di Irak utara yang tersohor dengan cadangan minyaknya yang melimpah.

   Seperti yang diketahui oleh pensiunan pekerja minyak Irak itu, kampung halamannya dipenuhi dengan api-api yang menyala di atas ladang-ladang minyak, dengan pipa-pipa minyak perak yang menjulur di kejauhan dan membentang lebih jauh lagi.

   "Karena minyak, seluruh dunia menaruh perhatian kepada Irak," ujar Hussein seraya menghela napas. "Seluruh hidup saya berhubungan erat dengan minyak, begitu pula dengan nasib negara saya."

   Setelah Perang Dunia I, Inggris menggabungkan wilayah Baghdad, Basra, dan Mosul yang direbut dari Kekaisaran Ottoman yang kalah, hingga membentuk sebuah negara baru bernama Irak. Inggris menguasai Irak di bawah mandat.

   Pada Agustus 1921, Raja Faisal I yang ditunjuk oleh Inggris secara tergesa-gesa naik takhta di Baghdad. Tanpa lagu kebangsaannya sendiri, upacara penobatan Raja Faisal I dilaksanakan dengan lagu kebangsaan Inggris, God Save the King.

   Pada 1927, sebuah tim gabungan dari Inggris, Belanda, dan sejumlah perusahaan minyak Barat lainnya mulai mengeksplorasi ladang minyak Baba Gurgur di Kirkuk.

   "Ketika Inggris datang, Kirkuk benar-benar merupakan kota 'emas hitam', seakan-akan hanya dengan menyalakan korek api bisa membakar debu di udara," kata Hussein. "Emas hitam" merupakan nama julukan bagi minyak bumi.

   Keserakahan penjajah terlihat jelas ketika mereka hanya membayar royalti kepada Irak sebesar empat shilling emas per ton minyak, atau setara dengan 12,5 persen dari harga satu ton minyak mentah saat itu.

   Untuk mendapatkan minyak, pihak Barat membangun sebuah jalur pipa minyak dari Kirkuk ke Mediterania, proyek jalur pipa terpanjang di dunia saat itu, yang mampu menyalurkan lebih dari 4 juta ton minyak per tahun ke Eropa.

   Mereka tidak mendirikan kilang minyak komersial di Irak, menolak untuk mengembangkan industri lokal yang berbasis minyak, dan menolak untuk berbagi teknologi apa pun. Akibatnya, meski memiliki sumber daya minyak yang sangat besar, Irak harus mengimpor produk minyak bumi.

   "Irak seperti unta yang membawa emas sambil memakan duri," keluh Hussein. "Kekayaan mengalir ke Barat. Rakyat Inggris, Prancis, Belanda, dan Amerika semuanya mendapat bagian, tetapi rakyat Irak tidak mendapat apa-apa."

   Masih belum puas, kekuatan Barat mulai menetapkan aturan baru. Pada 1928, tiga perusahaan minyak raksasa milik Amerika, Inggris, dan Belanda mengadakan pertemuan rahasia, membentuk sebuah kartel dengan Perjanjian Achnacarry untuk mengendalikan pasar minyak global. Pada 1930-an, empat perusahaan minyak Barat lainnya bergabung, menandai pembentukan kartel minyak yang dikenal sebagai Seven Sisters.

   Perusahaan-perusahaan raksasa ini memonopoli industri minyak, yang mengendalikan produksi, transportasi, penetapan harga, dan penjualan. Antara 1913 hingga 1947, perusahaan-perusahaan minyak Barat menghasilkan lebih dari 3,7 miliar dolar AS (1 dolar AS = Rp16.286) dari negara-negara penghasil minyak di Timur Tengah, termasuk Irak, dengan hanya membayar royalti sebesar 510 juta dolar AS.

   "Emas hitam membawa Barat menuju era keemasan, tetapi menjadi mimpi buruk bagi Irak," tutur Hussein. "Kadang-kadang saya berpikir akan lebih baik bagi kami jika tidak ada minyak sama sekali."  Selesai

【记者:李军,阚静文,宋盈,段敏夫,陈霖 】
原文链接:https://home.xinhua-news.com/v2/rss/newsdetaillink/fe18a189f710c009efda174d85052ef42bf45e01dfe1adb7/1722334945000

财经新闻 ECONOMIC NEWS

24小时排行 LEADERBOARD