TAIYUAN, China, 4 Juni (Xinhua) -- Di banyak kota di China, perjalanan ramah lingkungan dan rendah karbon dengan layanan berbagi sepeda atau transportasi umum telah menjadi rutinitas sehari-hari. Namun, di sebuah kota yang kaya batu bara di China tengah, perjalanan bertenaga hidrogen kini menjadi sebuah realitas.
Zhang Aisheng dari Kota Xiaoyi di Provinsi Shanxi, China utara, merupakan salah satu warga pertama yang merasakan perjalanan bertenaga hidrogen. Setiap pagi, dia mengendarai sepeda bertenaga hidrogen menuju Pengfei Group tempatnya bekerja, mengemudikan bus bertenaga hidrogen untuk mengangkut para komuter, dan kemudian menaiki sepeda bertenaga hidrogen saat pulang bekerja di sore hari.
"Apakah praktik Xiaoyi menjadi rujukan bagi Indonesia?" Untuk mengetahui jawaban atas pertanyaan tersebut, Rizqal Ramadhan, seorang mahasiswa Indonesia yang kuliah di Universitas Shanxi, mengunjungi Xiaoyi baru-baru ini.
Foto dokumentasi tak bertanggal ini menunjukkan deretan sepeda bertenaga hidrogen yang berbaris di pinggir jalan di Kota Xiaoyi, Provinsi Shanxi, China utara. (Xinhua)
Sesaat setelah tiba di Xiaoyi, stasiun pengisian bahan bakar hidrogen yang futuristis menarik perhatian Rizqal Ramadhan. Menurut staf stasiun pengisian bahan bakar hidrogen itu, inilah salah satu dari empat "pulau energi" (energy island) komprehensif untuk hidrogenasi perkotaan yang telah dibangun di Xiaoyi, dengan fungsi-fungsi seperti hidrogenasi, pengisian bahan bakar, dan pengisian daya.
"Pulau energi" tersebut juga mampu mengisi bahan bakar hidrogen untuk sepeda bertenaga hidrogen yang baru-baru ini diluncurkan. Warga Indonesia itu mendapati bahwa 500 unit sepeda bertenaga hidrogen telah dioperasikan, dan sepeda-sepeda itu dapat menempuh jarak 60 kilometer dengan simpanan kandungan hidrogen sebesar 60 gram.
Hanya dengan membayar 3 yuan (1 yuan = Rp2.239), warga dapat mengendarai sepeda bertenaga hidrogen selama 20 menit, yang pada dasarnya memenuhi kebutuhan perjalanan harian warga di kota kecil seperti Xiaoyi.
Foto dokumentasi tak bertanggal ini menunjukkan sebuah "pulau energi" yang terpadu dengan pengisian hidrogen, metil, dan bensin yang terletak di Kota Xiaoyi, Provinsi Shanxi, China utara. (Xinhua)
Selain itu, produk hidrogen yang paling banyak digunakan adalah truk berat bertenaga hidrogen. Saat ini, terdapat 200 unit truk berat bertenaga hidrogen di kota itu. Truk-truk yang berkapasitas muatan lebih dari 30 ton tersebut memiliki jarak tempuh rata-rata lebih dari 100.000 kilometer.
"Harga hidrogen mencapai sekitar 35 yuan per kilogram. Dari segi jarak tempuh, hidrogen lebih murah dibandingkan bahan bakar minyak," kata Liu Guisheng, seorang pengemudi truk.
Dibandingkan dengan kendaraan berbahan bakar minyak, kendaraan kargo yang membawa beban berat, jalur transportasinya tetap, dan permintaan stasiun pengisian bahan bakar hidrogen juga tetap, sehingga penerapan truk berat bertenaga hidrogen di China saat ini lebih tinggi dibandingkan mobil kecil bertenaga hidrogen.
Pada akhir April lalu, Pengfei Group baru saja menandatangani pesanan penjualan untuk 500 unit truk berat bertenaga hidrogen, dengan harga satuan 1,068 juta yuan. Dari 2025 hingga 2028, perusahaan tersebut berencana mengoperasikan tidak kurang dari 1.000 unit kendaraan setiap tahunnya.
Dengan mengandalkan output tahunan Pengfei Group sebesar 20.000 ton hidrogen dari proyek produksi hidrogen gas oven kokas, serangkaian produk hidrogen mempercepat produksi, misalnya kendaraan komuter, minibus, dan kendaraan muatan yang bertenaga hidrogen. Selain itu, lima bus bertenaga hidrogen untuk lalu lintas antarkota telah dioperasikan. Harga tiketnya dibanderol tiga yuan untuk perjalanan lebih dari 30 kilometer.
"Mirip dengan Kota Xiaoyi, Indonesia yang kaya dengan batu bara juga menghadapi tuntutan pembangunan transisi hijau, dan dalam beberapa tahun terakhir, Indonesia telah mulai mengembangkan industri energi hidrogen," ungkap Rizqal Ramadhan.
Foto dokumentasi tak bertanggal ini menunjukkan deretan truk bertenaga hidrogen yang berbaris dan siap untuk diperdagangkan di Kota Xiaoyi, Provinsi Shanxi, China utara. (Xinhua)
Dalam sebuah forum investasi energi terbarukan yang digelar di Beijing pada April tahun ini, Rachmat Kaimuddin, selaku deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi di bawah Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Republik Indonesia, mengatakan bahwa pemerintah Indonesia sebelumnya telah bertekad akan mencapai emisi nol bersih (net zero) per 2060, dan saat ini berencana mengembangkan hidrogen hijau dan amonia hijau di antara lima inisiatif khusus.
Stasiun pengisian bahan bakar hidrogen pertama di Indonesia diresmikan pada Februari tahun ini, dan Perusahaan Listrik Negara (PLN) dalam upacara tersebut mengatakan bahwa hidrogen hijau akan menjadi bahan bakar kendaraan termurah di Indonesia.
Pada Oktober tahun lalu, Indonesia dan China merilis pernyataan bersama mengenai pendalaman kerja sama strategis menyeluruh, yang menyatakan bahwa kedua belah pihak akan melakukan lebih banyak kerja sama berkualitas tinggi di bidang infrastruktur energi dan industri-industri utama untuk pengembangan energi bersih.
"Kesimpulannya, energi hidrogen mewakili puncak solusi energi yang bersih dan efisien. Ketika dunia sedang bergulat dengan kebutuhan mendesak untuk beralih ke energi berkelanjutan, Indonesia harus menggunakan peluang untuk memanfaatkan hidrogen, memastikan masa depan yang lebih bersih, lebih hijau, serta lebih sejahtera bagi masyarakat dan Bumi," tutur Rizqal Ramadhan. Selesai