Foto yang diabadikan pada 15 Juli 2023 ini memperlihatkan pemandangan Desa Qala-e-Shatir, tempat pasukan Amerika Serikat menjatuhkan bom tandan pada 2001, di Kota Herat, Provinsi Herat, Afghanistan barat. (Xinhua/Mashal)
BEIJING, 5 September (Xinhua) -- Sebuah laporan penelitian terbaru dari wadah pemikir (think tank) Kantor Berita Xinhua yang dirilis pada Selasa (5/9) mengungkap kerusakan dan ancaman hegemoni militer Amerika Serikat (AS).
Dalam laporan bertajuk "Asal-Usul, Fakta, dan Bahaya Hegemoni Militer AS" (Origins, Facts and Perils of U.S. Military Hegemony), Institut Xinhua menguraikan proses terbentuknya hegemoni militer AS, merangkum cara-cara yang diadopsi Washington untuk mempertahankannya, serta menelaah bahayanya lewat penyajian fakta dan data.
"Laporan ini ... bertujuan untuk melacak akar penyebab hegemoni militer AS, mengeksplorasi cara AS mengejar, mempertahankan, dan menyalahgunakan hegemoni militernya, serta menyampaikan kebenaran soal bahaya praktik hegemoni militer AS kepada seluruh dunia," kata wadah pemikir tersebut.
Konsep "imperium" dan "hegemoni" ditemukan di sepanjang sejarah AS, kata laporan itu. "Ide tersebut terus memengaruhi kebijakan dan perilaku AS dalam perjalanannya menuju hegemoni militer global."
"Baik sebagai mimpi maupun fakta, Imperium Amerika lahir sebelum AS," ujar Bernard DeVoto, seorang sejarawan AS, sebagaimana dikutip laporan tersebut.
Sepanjang sejarah AS yang telah berumur lebih dari 240 tahun, terdapat kurang dari 20 tahun di mana negara tersebut tidak berperang, tekan laporan itu.
Sejak 2001, AS telah melancarkan perang dan operasi militer di lebih dari 80 negara di seluruh dunia atas nama "antiterorisme," yang secara langsung mengakibatkan kematian sekitar 929.000 orang, termasuk 387.000 warga sipil, dan membuat sekitar 38 juta orang kehilangan tempat tinggal, urai laporan tersebut.
"Melalui hegemoni militernya, AS menyebarluaskan kebijakan dan tindakan hegemoniknya, membawa kerusakan yang luar biasa bagi seluruh dunia," imbuh laporan tersebut.
"AS memiliki sejarah intervensi dan ekspansi militer yang panjang dan penuh darah. Perang dan intervensi yang dilakukan negara itu telah menyebabkan penderitaan umat manusia yang luar biasa dan ketidakstabilan di seluruh dunia. AS harus mengubah caranya dan mengadopsi pendekatan yang lebih damai dan kooperatif perihal kebijakan luar negeri," tutur Mohamed A. Elchime, professional associate ilmu politik di Universitas Helwan, Mesir.
Hegemoni militer AS dipastikan akan menjadi bumerang. "Mengejar keamanan absolut, pengucilan politik, dan pengekangan militer ... tidak akan membantu pembentukan kerangka keamanan, namun justru akan menimbulkan dilema dan bahkan kekacauan," imbuh laporan itu.
"Hegemoni itu tidak akan mendorong perdamaian dan keamanan, tetapi malah menciptakan perang dan bencana; hegemoni tidak dapat mewujudkan kesetaraan dan kebebasan, namun hanya membawa perbudakan dan penindasan; hegemoni tidak akan menawarkan pembangunan dan kerja sama, tetapi hanya menyebabkan konflik dan perpecahan," simpul laporan tersebut.
Penelitian ini "memiliki signifikansi historis," tutur Zivadin Jovanovic, presiden Forum Beograd untuk Dunia yang Setara (Belgrade Forum for a World of Equals).
"Saya tidak meragukan bahwa dokumen ini akan memainkan peran penting dalam memperkuat pemahaman, solidaritas, dan koordinasi upaya global menuju pembangunan tatanan dunia baru yang polisentris, lebih adil, inklusif, dan benar-benar demokratis," ujar Jovanovic. Selesai