Orang-orang berpartisipasi dalam unjuk rasa menentang pembuangan air limbah yang terkontaminasi nuklir ke laut oleh Jepang di Busan, Korea Selatan, pada 26 Agustus 2023. (Xinhua/Lu Rui)
Ribuan nelayan, aktivis, dan politisi Korea Selatan berunjuk rasa di Seoul untuk menentang pembuangan air limbah yang terkontaminasi nuklir oleh Jepang dari Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Fukushima Daiichi yang lumpuh ke Samudra Pasifik.
SEOUL, 28 Agustus (Xinhua) -- Ribuan nelayan, aktivis, dan politisi Korea Selatan (Korsel) menggelar unjuk rasa di pusat kota Seoul pada Sabtu (26/8), mengecam pembuangan air limbah yang terkontaminasi nuklir ke laut oleh Jepang.
Para partisipan meneriakkan kalimat-kalimat seperti "Segera hentikan pembuangan air limbah radioaktif ke laut" dan "Jepang harus menyimpan air limbah terkontaminasi nuklir di negaranya sendiri", seraya mendesak pemerintah Korsel untuk mengajukan gugatan terhadap pemerintah Jepang ke Pengadilan Internasional.
Unjuk rasa itu digelar setelah Jepang mulai membuang batch pertama air limbah radioaktif dari Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) Fukushima Daiichi, yang telah lumpuh, pada Kamis (24/8) lalu.
"Bahkan jika nelayan menangkap kepiting biru, para pedagang tidak akan mengambilnya meski harganya sudah anjlok lebih dari setengahnya. Pasar grosir produk laut (di Seoul, Busan, dan kota-kota lainnya) mengalami kelesuan bisnis," ujar Kim Young-bok, seorang nelayan berusia 63 tahun dari wilayah Yeonggwang di pesisir barat daya Korsel dalam aksi unjuk rasa tersebut.
Kim mengatakan Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida, yang telah melakukan kejahatan kemanusiaan, harus segera menghentikan pembuangan air limbah yang akan membawa bencana bagi seluruh umat manusia di dunia.
Berdiri di samping ibunya, seorang anak laki-laki berusia delapan tahun mengatakan dia tidak mengerti mengapa Jepang membuang air limbah ke laut yang dimiliki bersama oleh negara-negara lain, sementara seorang anak perempuan berusia 10 tahun mengatakan dia tidak bisa berenang di laut akibat pembuangan limbah di laut.
"Saya merasa sangat kasihan kepada masyarakat Korsel karena Jepang, tempat saya dilahirkan, membuang air limbah radioaktif ke laut," kata Yuji Hosaka, seorang profesor di Universitas Sejong di Seoul.
Orang-orang berpartisipasi dalam unjuk rasa menentang pembuangan air limbah yang terkontaminasi nuklir ke laut oleh Jepang di Busan, Korea Selatan, pada 26 Agustus 2023. (Xinhua/Lu Rui)
Hosaka mendesak Tokyo untuk mencari pendekatan lain, seperti menyimpan air limbah di tangki air besar selama lebih dari 100 tahun, yang diusulkan pada 2017 tetapi diabaikan oleh pemerintah Jepang.
"Jika aman dan tidak menimbulkan masalah, mengapa Jepang tidak menyimpan (air limbah itu) di daratannya sendiri dan justru membuangnya ke Samudra Pasifik, sumur dunia, untuk membuat khawatir semua orang dan merusak kesehatan semua orang?" tutur Lee Jae-myung, pemimpin Partai Demokrat yang merupakan partai oposisi utama di Korsel.
Lee menyebut pembuangan air limbah itu sebagai "provokasi terhadap kemanusiaan" dan "deklarasi perang" terhadap semua negara di sekitar Samudra Pasifik, serta mendesak Tokyo untuk segera menghentikan tindakan pembuangan yang mengancam keselamatan masyarakat di seluruh dunia itu.
Setelah menggelar aksi unjuk rasa selama satu setengah jam, para pengunjuk rasa berjalan sejauh sekitar 5 kilometer di pusat kota Seoul menuju kantor kepresidenan, sembari memegang selebaran bertuliskan "Batalkan pembuangan air limbah yang terkontaminasi nuklir dari Fukushima".
Diguncang gempa dahsyat dan dihantam gelombang tsunami pada Maret 2011, PLTN Fukushima mengalami kerusakan inti (core meltdown) dan menghasilkan air yang tercemar zat radioaktif dalam jumlah besar dari proses pendinginan bahan bakar nuklir. Selesai