LOS ANGELES, 13 Agustus (Xinhua) -- Jumlah korban tewas akibat kebakaran hutan yang melanda Maui di Negara Bagian Hawaii, Amerika Serikat (AS), melonjak menjadi 93 orang, menurut situs web Maui County.
Jumlah kematian terbaru itu menjadikan kebakaran hutan tersebut sebagai yang paling mematikan selama lebih dari seabad dalam sejarah modern AS.
Kebakaran hutan dahsyat itu hampir sepenuhnya menghancurkan kota bersejarah Lahaina, destinasi wisata populer yang pernah menjadi ibu kota Kerajaan Hawaii.
Sejumlah laporan menyatakan bahwa ribuan orang terpaksa mengungsi, sementara lebih dari 2.200 bangunan hancur.
Terlepas dari cuaca buruk, sejumlah pertanyaan muncul perihal sistem sirene Hawaii, yang tidak berbunyi saat api mulai berkobar.
Banyak orang menyampaikan kepada media bahwa mereka tidak menerima peringatan resmi terkait kebakaran itu.
Administrasi Layanan Darurat Hawaii (Hawaii Emergency Services Administration) pada Jumat (11/8) menuturkan bahwa sirene peringatan itu tidak diaktifkan "di Maui saat insiden kebakaran hutan tersebut terjadi," tetapi pemberitahuan dikirim melalui perangkat seluler, radio, dan televisi, serta sistem peringatan bagi warga yang terdaftar (opt-in).
Kepala Departemen Pemadam Kebakaran Maui Brad Ventura menuturkan bahwa api menjalar dengan begitu cepat dari semak belukar ke area permukiman warga sehingga mustahil untuk mengirim pesan kepada badan manajemen kedaruratan tersebut.
Kendati demikian, Elizabeth Pickett, salah satu direktur eksekutif Organisasi Penanggulangan Kebakaran Hutan Hawaii (Hawaii Wildfire Management Organization), mengatakan kepada situs web berita Honolulu Civil Beat bahwa tragedi itu sebenarnya dapat diantisipasi.
Dia menuturkan bahwa laporan yang turut ditulisnya hampir satu dekade lalu telah mengidentifikasi peningkatan risiko kebakaran hutan di Maui, dengan Lahaina berada di dalam wilayah berisiko ekstrem.
"Lebih banyak hal seharusnya dapat dilakukan" untuk mencegah atau meringankan bencana tersebut, imbuhnya.
Diproduksi oleh Xinhua Global Service