BEIJING, 9 Agustus (Xinhua) -- China telah melayangkan protes serius terhadap Jepang dan mengecam keras tindakan politisi Jepang tertentu yang mengunjungi wilayah Taiwan di China dan melontarkan pernyataan tidak bertanggung jawab yang berusaha meningkatkan ketegangan lintas-Selat, demikian disampaikan seorang juru bicara (jubir) Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) China pada Rabu (9/8).
Dikabarkan bahwa Wakil Presiden Partai Demokrat Liberal Taro Aso, yang juga mantan perdana menteri Jepang, telah mengunjungi Taiwan. Pada kesempatan tersebut dia bertemu dengan Tsai Ing-wen, William Lai, dan lain-lain serta menyampaikan pidato yang mengatakan bahwa seharusnya tidak ada perang di wilayah tersebut, termasuk Selat Taiwan, serta menyerukan sikap pencegahan yang kuat dan "kesiapan untuk berperang".
Merespons hal tersebut, jubir Kemenlu China mengatakan bahwa meski ditentang kuat oleh China, politisi Jepang tertentu mengunjungi wilayah Taiwan di China dan melontarkan pernyataan tidak bertanggung jawab yang berusaha meningkatkan ketegangan lintas-Selat, memicu antagonisme dan konfrontasi, dan secara terang-terangan mencampuri urusan dalam negeri China.
"Ini sangat melanggar prinsip Satu China dan semangat dari empat dokumen politik antara China dan Jepang dan menginjak-injak norma-norma dasar yang mengatur hubungan internasional. China telah melakukan protes serius terhadap Jepang dan mengecam keras hal ini," tambah jubir itu.
Menyebutkan bahwa Taiwan adalah bagian yang tidak dapat terpisahkan dari wilayah China dan masalah Taiwan sepenuhnya adalah urusan dalam negeri China yang tidak membiarkan adanya campur tangan eksternal, jubir tersebut mengatakan bahwa selama setengah abad, Jepang menjalankan pemerintahan kolonial atas Taiwan, secara brutal menekan perlawanan rakyatnya dan melakukan kejahatan yang mengerikan.
Sebagai negara yang patut bertanggung jawab atas kejahatan sejarah yang dilakukannya terhadap China, Jepang harus lebih banyak mengambil pelajaran dari sejarah dan bertindak hati-hati, kata jubir itu. Lebih lanjut dia mengatakan, namun begitu, politisi Jepang itu masih terus meningkatkan kemungkinan "perang" selama di Taiwan, sebuah upaya nyata untuk memicu masalah di Selat Taiwan dan mendorong masyarakat di wilayah Taiwan ke dalam situasi yang mengancam.
Jubir itu mengatakan bahwa China saat ini tidak lagi seperti ketika pemerintahan Qing menandatangani Perjanjian Shimonoseki pada 1895, dan apa yang membuat politisi Jepang ini berpikir bahwa dia berada dalam posisi atau memiliki kepercayaan diri untuk menyampaikan pernyataan yang tidak beralasan di Taiwan seperti itu?
Lebih lanjut, jubir itu menekankan bahwa reunifikasi penuh tanah air (China) adalah aspirasi bersama dari seluruh putra dan putri bangsa China dan tren sejarah yang tak terbendung. Tidak seorang pun boleh meremehkan tekad, kemauan, dan kemampuan rakyat China yang kuat untuk mempertahankan kedaulatan dan integritas wilayah negara itu.
"Kami dengan serius mendesak Jepang untuk merenungkan secara mendalam sejarah agresinya, mematuhi prinsip Satu China dan komitmennya terkait masalah Taiwan, serta berhenti mencampuri urusan dalam negeri China dan memberikan dukungan kepada kekuatan separatis 'kemerdekaan Taiwan' dalam bentuk apa pun," ungkap juru bicara tersebut.
"Kami juga mempunyai pesan yang jelas untuk otoritas Taiwan: 'Kemerdekaan Taiwan' tidak memiliki masa depan, meminta dukungan Jepang dan menjual Taiwan hanya akan merugikan rakyat Taiwan, dan setiap upaya untuk berkolusi dengan kekuatan eksternal dalam mewujudkan kemerdekaan dan provokasi hanya akan berakhir gagal," tambah juru bicara itu. Selesai