JAKARTA, 27 Juni, 2023 (Xinhua) -- Duta Besar (Dubes) Republik Rakyat China untuk Republik Indonesia (RI) Lu Kang, pada Senin (26/6) menyampaikan pidato di Universitas Indonesia (UI), terutama tentang peran Inisiatif Pembangunan Global (Global Development Initiative/GDI), Inisiatif Keamanan Global (Global Security Initiative/GSI), dan Inisiatif Peradaban Global (Global Civilization Initiative/GCI) yang diusulkan China dalam tata kelola global saat ini serta menguraikan peran China dalam mendorong perdamaian di Timur Tengah maupun seluruh dunia.
Foto yang diabadikan pada 26 Juni 2023 ini menunjukkan Duta Besar Republik Rakyat China untuk Republik Indonesia Lu Kang menyampaikan pidato mengenai upaya China dalam mendorong perdamaian di Timur Tengah maupun seluruh dunia serta peran serangkaian inisiatif penting yang diusulkan China dalam tata kelola global, di Universitas Indonesia. (Xinhua/Xu Qin)
Sang Dubes juga menjelaskan pandangan China tentang hubungan persahabatan dan kerja sama antara China dan Indonesia serta China dan ASEAN.
Berikut teks lengkap dari pidato Dubes Lu:
Yang terhormat Dr. Athor Subroto,
Yang terhormat Direktur Bagus Hendraning,
Yang terhormat para dosen dan mahasiswa,
Para hadirin sekalian,
Selamat siang!
Merupakan suatu kehormatan dan kegembiraan bagi saya dapat berada di sini, di Universitas Indonesia (UI). Sebagai institusi pendidikan tinggi tertua di Indonesia, UI tetap berkomitmen untuk menjadi universitas kelas dunia sejak didirikan pada 1849. Para alumninya yang terhormat telah memberikan kontribusi yang signifikan bagi bangsa ini.
Sekolah Kajian Stratejik dan Global UI terkenal di kalangan akademisi hubungan internasional di Indonesia. Saya mengapresiasi kesempatan untuk bergabung dengan Anda semua hari ini. Saya mengerti banyak dari Anda mengikuti dengan saksama kebijakan luar negeri China. Sebagai Duta Besar China, saya berharap kebijakan luar negeri China dapat diinformasikan, dipahami, dan diapresiasi dengan lebih baik oleh lebih banyak teman-teman di Indonesia.
Acara hari ini bertajuk "Pengaruh China di Timur Tengah dan Prospek untuk Stabilitas dan Perdamaian". Saya sangat senang dapat mengangkat topik ini, terutama dalam konteks detente antara Arab Saudi dan Iran di Beijing tiga bulan lalu. Saya melihat bahwa mediasi China yang sukses dalam rekonsiliasi bersejarah ini mendapat perhatian luas dan pengakuan tinggi di Indonesia. Banyak pejabat pemerintah dan pemimpin partai politik memberi ucapan selamat kepada saya atas keberhasilan upaya-upaya China. Beberapa organisasi Islam dan kelompok pemuda mengirim karangan bunga dan spanduk ucapan terima kasih ke Kedutaan Besar kami.
Kami senang menyaksikan peningkatan hubungan Saudi-Iran berjalan seperti yang direncanakan. Pada 6 Juni, Iran membuka kembali Kedutaan Besar mereka di Arab Saudi. Langkah-langkah substantif lebih lanjut yang sejalan dengan peta jalan dan jadwal yang diuraikan dalam Perjanjian Beijing sedang dalam proses. Baru sepekan yang lalu, Pangeran Faisal, Menteri Luar Negeri Arab Saudi, melakukan kunjungan persahabatan yang bersejarah ke Iran.
Saya tahu Anda tertarik dalam bagaimana China berhasil memfasilitasi rekonsiliasi itu. Ini juga menjadi pertanyaan dari banyak teman-teman Indonesia yang saya temui belakangan ini.
Kendati demikian, tanggapan saya adalah bahwa kredit untuk pemulihan hubungan diplomatik tersebut harus terutama diberikan kepada kedua negara itu sendiri. Hal ini pertama-tama merupakan hasil dari niat baik dan dedikasi rakyat Saudi dan Iran dalam berkomitmen bagi pembangunan nasional, tetangga yang bersahabat, stabilitas regional, keharmonisan di kalangan dunia Muslim, dan solidaritas negara-negara berkembang. Rekonsiliasi merupakan pilihan yang dibuat secara independen oleh kedua negara. Rekonsiliasi juga merupakan aspirasi masyarakat di Timur Tengah. Bahkan, negara-negara kawasan lain seperti Irak dan Oman juga memberikan kontribusi bagi rekonsiliasi tersebut.
China, tentu saja, tidak pernah ragu untuk mendukung dan memfasilitasi upaya yang kondusif bagi perdamaian, keharmonisan, dan pembangunan di Timur Tengah dan dunia pada umumnya. Menyusul inisiatif Presiden Xi Jinping dan konsensus yang dicapai antara Presiden Xi Jinping dengan para pemimpin Arab Saudi dan Iran, dialog yang bersahabat antara kedua negara digelar di Beijing pada awal Maret, yang berujung pada Perjanjian Beijing. Satu bulan kemudian, Menteri Luar Negeri Arab Saudi dan Iran bertemu di Beijing, menandatangani pernyataan bersama untuk mengumumkan pemulihan hubungan diplomatik.
Kepercayaan pada China dari pihak-pihak yang terlibatlah yang memungkinkan kami membantu proses ini. Kepercayaan tersebut adalah kepercayaan pada posisi dan kebijakan kami yang persisten terhadap Timur Tengah, prinsip-prinsip pedoman diplomasi kami yang telah lama kami pegang, serta peran konstruktif kami di dunia saat ini.
China selalu percaya bahwa nasib Timur Tengah seharusnya berada di tangan negara-negara di kawasan itu. Sejak pertengahan abad ke-20, China telah dengan tegas mendukung perjuangan negara-negara Timur Tengah untuk membebaskan diri dari penjajahan kolonial dan berjuang untuk menentukan nasib sendiri. Dalam perang Iran-Irak, China dengan tegas menentang campur tangan negara-negara adidaya, mendukung mediasi Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), dan berkontribusi pada pengadopsian Resolusi 598 Dewan Keamanan PBB yang membuka jalan bagi perdamaian. Sejak berakhirnya Perang Dingin, terkait semua kejadian atau isu yang penting bagi perdamaian di Timur Tengah dan kesejahteraan rakyat di dalamnya, seperti Perang Teluk, Perang Teluk Kedua, Perang Afghanistan, isu nuklir Iran, dan krisis Suriah, China berkomitmen pada kesetaraan dan keadilan, pada kedaulatan, integritas teritorial, dan martabat nasional negara-negara Timur Tengah, serta pada penyelesaian perselisihan melalui dialog dan negosiasi.
Sebenarnya, hal tersebut merupakan doktrin-doktrin yang menjadi pedoman kebijakan luar negeri China di mana pun, yakni menghormati kedaulatan dan kemerdekaan negara-negara regional, menghormati peran utama mereka dalam urusan regional, mendukung persatuan dan kerja sama di antara negara-negara berkembang, mendukung dialog dan konsultasi sebagai sarana penyelesaian perselisihan, dan menentang campur tangan eksternal serta memanipulasi konfrontasi untuk kepentingan egois. Komitmen dan praktik China terhadap doktrin-doktrin inilah yang membuat kami mendapatkan kepercayaan dari negara-negara berkembang, termasuk negara-negara di Timur Tengah.