AS, sebagaimana ditunjukkan dalam hasil studi di atas, memegang utang kompensasi iklim tunggal terbesar, sekitar 80 triliun dolar AS, ke negara-negara penghasil emisi rendah.
BEIJING, 8 Juni (Xinhua) -- Amerika Serikat (AS) akan menjadi negara yang paling bertanggung jawab atas tingkat emisi CO2 berlebih pada 2050, menurut sebuah studi baru-baru ini.
Negara-negara di kawasan Utara Dunia (Global North) memegang "tanggung jawab yang sangat besar" atas kerusakan iklim, dan dapat dimintai pertanggung jawaban untuk membayar kompensasi sebesar 170 triliun dolar AS (1 dolar AS = Rp14.903) pada 2050 guna memastikan target iklim terpenuhi, kata studi tersebut, yang diterbitkan pada Senin (5/6) di jurnal ilmiah Nature Sustainability.
Sebuah proposal kompensasi dibuat dalam studi tersebut oleh tim peneliti yang dipimpin Andrew Fanning, untuk menghitung kompensasi yang harus dibayarkan oleh negara-negara penghasil emisi tinggi kepada negara-negara penghasil emisi rendah "atas perampasan atmosfer dan kerusakan terkait iklim."
AS, sebagaimana ditunjukkan dalam hasil studi di atas, memegang utang kompensasi iklim tunggal terbesar, sekitar 80 triliun dolar AS, ke negara-negara penghasil emisi rendah termasuk India dan China, kata Fanning, research fellow di Universitas Leeds sekaligus kepala penelitian dan analisis data di Doughnut Economics Action Lab di Oxford.
"Tidak semua negara memiliki tanggung jawab yang setara atas menipisnya anggaran karbon, beberapa negara berkontribusi lebih besar dalam menyebabkan krisis ini dibandingkan yang lainnya," kata studi tersebut.
Tanggung jawab historis yang tidak proporsional ini menjadi masalah ketika dipandang dari perspektif keadilan iklim yang mengakui atmosfer sebagai "milik bersama", yang di dalamnya semua orang berhak atas penggunaan yang adil dan merata, kata studi itu.
Namun, negara-negara maju tetap pasif dalam memberikan dukungan finansial dan teknis kepada negara-negara berkembang, dan hingga saat ini belum memberikan dana yang dijanjikan sebesar 100 miliar dolar per tahun.
Foto ini menunjukkan rapat pleno penutup pada sesi ke-27 Konferensi Para Pihak (COP27) Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Perubahan Iklim (UNFCCC) di Sharm El-Sheikh, Mesir, pada 20 November 2022. (Xinhua/Sui Xiankai)
Pada November 2022, Konferensi Para Pihak Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Perubahan Iklim ke-27 diadakan di Sharm El-Sheikh, Mesir.
Sebagai puncak pertemuan tersebut, konferensi itu akhirnya menyepakati pembentukan dana "kerugian dan kerusakan" untuk memberikan bantuan keuangan kepada negara-negara yang rentan terdampak parah bencana iklim, tetapi hal ini baru langkah pertama.
Hal yang masih menjadi pembahasan dalam serangkaian negosiasi pada 2023 adalah isu-isu utama seperti bentuk pendanaan, negara-negara pemberi biaya, metode alokasi dan target-target bantuan. Selesai