"Pada akhirnya, ada banyak ketidakpastian tentang apa yang akan terjadi," kata Peter Cohan, lektor kepala bidang praktik manajemen di Babson College, sebuah sekolah bisnis swasta di Massachusetts.
Terdapat pula kemungkinan bahwa tenggat waktu pada 1 Juni, yang disebut X-date, dapat diperpanjang berdasarkan beberapa intrik di Departemen Keuangan AS, kata Cohan dalam sesi wawancara dengan Xinhua pada Jumat (19/5) lalu.
Solusi lain yang memungkinkan, seperti penerapan Amendemen ke-14 terhadap Konstitusi AS untuk menyatakan bahwa plafon utang itu bersifat inkonstitusional, juga bakal menambah ketidakpastian akan dampaknya.
Gugatan hukum akan menghadapi ketidakpastian yang sangat besar jika Amendemen ke-14 terhadap Konstitusi AS diterapkan, dan "ketika semuanya diselesaikan di Mahkamah Agung, maka hasilnya tidak akan dapat diprediksi," kata Edelberg.
Mark Zandi, kepala ekonom di Moody's Analytics, menekankan pentingnya mempertahankan keberadaan pilihan karena "kita tidak tahu seperti apa skenario yang akan kita dapati di masa depan."
Ketua DPR AS Kevin McCarthy belum lama ini mengatakan bahwa rancangan undang-undang (RUU) untuk menaikkan plafon utang berpotensi siap pekan depan, yang diikuti dengan jeda pembahasan singkat pada Jumat.
Lebih lanjut, reses Senat AS yang rencananya akan berlangsung hingga 29 Mei juga menambah ketidakpastian tentang apakah Kongres dapat meloloskan kesepakatan potensial itu tepat pada waktunya.
Foto yang diabadikan pada 20 Januari 2023 ini menunjukkan Gedung Putih di Washington DC, Amerika Serikat. (Xinhua/Liu Jie)
POTENSI RISIKO YANG TAK TERBAYANGKAN
Kegagalan pemerintah AS untuk membayar kewajiban utangnya, bahkan pelanggaran jangka pendek sekalipun, akan memunculkan risiko dan kerugian yang tak terbayangkan di pasar keuangan, keluarga, dan ekonomi AS, kata para pakar memperingatkan.
Menurut Edelberg, terdapat 4 juta veteran penyandang disabilitas yang pembayarannya dijadwalkan pada 1 Juni, dan kini pembayaran itu diselimuti ketidakpastian karena AS mengalami defisit dan Departemen Keuangan harus menaikkan utang federal demi memenuhi kewajibannya.
"Bahkan jika krisis hanya berlangsung beberapa hari saja, dampaknya bisa bertahan lama ... kami melihat kekhawatiran di pasar keuangan mengenai obligasi pemerintah yang dijadwalkan jatuh tempo pada Juni," kata Edelberg.
Jika kedua belah pihak tidak mencapai kesepakatan sepekan kemudian, "kita akan mulai melihat dampaknya terhadap pasar keuangan," kata Zandi memperingatkan, mengindikasikan bahwa pasar ekuitas berpotensi anjlok 15 hingga 20 persen.
Pelanggaran kewajiban pembayaran utang selama beberapa hari saja sudah cukup untuk mendorong AS ke dalam resesi karena ekonomi AS sendiri telah rapuh, kata Zandi.
Zandi menuturkan bahwa pelanggaran yang berkepanjangan selama beberapa pekan dapat mengakibatkan kemerosotan ekonomi yang parah. "Begitu Anda memasuki jalur itu, akan ada tekanan besar pada sistem keuangan dan ekonomi. Banyak hal akan hancur bahkan yang tidak kita antisipasi ... krisis keuangan itu sendiri akan terjadi."
Dampak buruk dari pelanggaran yang berkepanjangan juga melampaui sektor ekonomi dan dapat mengikis status mata uang cadangan atau geopolitik AS, lanjut Zandi.
Jika peringkat kredit utang negara diturunkan, akan ada penurunan secara luas untuk entitas mana pun yang didukung oleh pemerintah federal, secara eksplisit ataupun implisit, imbuhnya.
"Kekacauan yang kita ciptakan tidak akan bisa dikalkulasi. Dalam sekejap kita akan jatuh ke dalam krisis keuangan dan kemerosotan ekonomi yang sangat parah," kata Zandi.
Ben Harris memiliki pandangan yang serupa dengan Zandi, menekankan bahwa situasi saat ini dapat membuat pasar tidak lagi menganggap obligasi pemerintah AS bebas dari risiko kredit. Dolar AS akan mengalami depresiasi di samping perubahan akut pada pola perdagangan global. Selesai
(Hu Yousong dan Zhang Juan turut berkontribusi dalam artikel ini.)