Dalam hal mitigasi perubahan iklim, masyarakat mendapati lebih banyak janji-janji palsu G7. Pada 2009, negara-negara kaya itu berjanji akan menyediakan dana sebesar 100 miliar dolar AS per tahun hingga 2025, hanya 0,2 persen dari PDB tahunan kelompok tersebut, bagi negara-negara berkembang untuk mengatasi masalah eksistensial yang dihadapi seluruh umat manusia. Namun setelahnya, mereka tidak memenuhi tenggat waktu yang telah ditentukan, dan janji keuangan tersebut hanyalah sebagian kecil dari apa yang dibutuhkan negara-negara berkembang untuk melakukan dekarbonisasi dan adaptasi.
Banyak sekali contoh yang menunjukkan diskoneksi antara idealisme mulia G7 dengan cara-cara yang digunakan untuk mencapainya. Pada dasarnya, keterbatasan tersebut berasal dari keretakan internal yang bersumber dari hierarki di antara para anggota.
Pengunjuk rasa yang membawa poster terlihat di dekat stasiun kereta shinkansen Karuizawa di Prefektur Nagano, Jepang, pada 16 April 2023. Para menteri luar negeri negara anggota Kelompok Tujuh (Group of Seven/G7) berkumpul di kota resor Karuizawa, Prefektur Nagano, Jepang tengah, di tengah aksi unjuk rasa oleh warga untuk menentang blok tersebut. (Xinhua/Zhang Xiaoyu)
KTT G7 pada 2017 gagal mencapai konsensus mengenai respons iklim saat presiden AS kala itu Donald Trump secara sewenang-wenang menarik diri dari Perjanjian Paris. Ketika Presiden AS Joe Biden pada KTT G7 pertamanya menyatakan bahwa "Amerika telah kembali bergabung" dan AS telah "membuat kemajuan dalam membangun kembali kredibilitas Amerika di antara rekan-rekan terdekat kami," itu hanya dapat ditafsirkan sebagai eufemisme bagi kediktatoran AS yang telah direvisi atas para anggota lainnya.
Pada KTT 2022, G7 membentuk Kemitraan untuk Infrastruktur dan Investasi Global (Partnership for Global Infrastructure and Investment/PGII), sebuah perombakan terhadap inisiatif B3W AS untuk menjauhkan sekutu-sekutu AS dari kerja sama dengan China di bidang infrastruktur. Namun, beberapa negara Eropa dan Jepang khawatir akan membahayakan hubungan komersial dengan perekonomian terbesar kedua di dunia itu dan tahu bahwa sumber daya PGII tidak sebanding dengan pengabdian China di bidang tersebut selama bertahun-tahun. Laporan Bloomberg baru-baru ini bahkan mengungkapkan bahwa AS menekan Italia untuk tidak memperbarui dokumen kerja sama Sabuk dan Jalur Sutra dengan China.
Dengan cara yang selalu digunakan di dunia politik, musuh bersama diidentifikasi untuk mengalihkan perhatian dari masalah internal. Kambing hitam selalu dibutuhkan untuk menyembunyikan ketidakmampuan mereka sendiri. Krisis Ukraina menciptakan platform langka bagi para politisi Barat untuk menyampaikan satu suara, yakni melawan Rusia, dan narasi "ancaman China" telah digunakan sebagai dalih untuk mencampuri urusan dalam negeri China, seperti Xinjiang, Hong Kong, dan Taiwan. Terlepas dari kesombongan yang tumbuh karena menjadi penceramah yang dinobatkan sendirinya untuk waktu yang begitu lama, G7 yang dipimpin oleh AS memiliki kecenderungan yang semakin tinggi untuk menggunakan kerangka kerjanya guna mendefinisikan "kita" dan "mereka", mencari perbedaan ketimbang mencapai konsensus, serta menyebarkan atmosfer konfrontasi yang akan mengganggu pandangan masyarakat terhadap dunia dan mendorong pecahnya konflik.
Hiroshima adalah satu dari segelintir tempat yang berdiri di garis terdepan medan pertempuran Perang Dunia II dan mengalami proses penghancuran kelompok Nazi dan berdirinya tatanan internasional pascaperang. Mereka seharusnya paling paham bahwa konfrontasi antara "blok" buatan Barat hanya akan menuntun dunia pada kehancurannya.
Jika G7, klub negara kaya yang tidak representatif, ketinggalan zaman, dan jelas tidak memadai, serta tidak sesuai dengan fungsinya benar-benar ingin meninggalkan jejak dalam sejarah, mereka sepatutnya membubarkan saja kelompok tersebut, hitung-hitung menghemat uang para pembayar pajak. Jika tidak, keberadaannya hanya akan menjadi setitik debu yang akhirnya terlupakan dalam gelombang sejarah. Selesai
Catatan editor: Penulis merupakan komentator urusan internasional, yang rutin menulis untuk Global Times, China Daily, dan sebagainya. Penulis dapat dihubungi melalui xinping604@gmail.com.
Pandangan yang diungkapkan dalam artikel ini merupakan pandangan penulis dan tidak mencerminkan posisi Kantor Berita Xinhua.