Nelayan menunggu kapal-kapal penangkap ikan di tepi laut di Kota Soma, Prefektur Fukushima, Jepang, pada 8 Maret 2023. (Xinhua/Zhang Xiaoyu)
Langkah tersebut akan merusak kepercayaan konsumen terhadap hasil tangkapan mereka dan sekali lagi mengancam cara hidup yang telah mereka perjuangkan dengan susah payah untuk kembali pulih.
NEW YORK CITY, 20 April (Xinhua) -- Saat Jepang menindaklanjuti rencana untuk secara bertahap melepaskan lebih dari 1 juta metrik ton air limbah yang disaring ke Samudra Pasifik mulai musim panas 2023, sebuah langkah yang menurut pemerintah negara itu diperlukan untuk menonaktifkan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) Daiichi di Fukushima dengan aman, industri perikanan Jepang pun kian terancam, menurut laporan CNN pada Rabu (19/4).
Pemerintah Jepang dan Badan Energi Atom Internasional (International Atomic Energy Agency), sebuah badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang mempromosikan penggunaan energi nuklir secara damai, mengatakan bahwa pelepasan terkendali itu, yang diperkirakan memakan waktu beberapa dekade, akan memenuhi peraturan keselamatan internasional dan tidak membahayakan lingkungan, karena air tersebut akan diolah guna menghilangkan unsur radioaktifnya, dengan pengecualian tritium, dan diencerkan lebih dari 100 kali, menurut laporan tersebut.
Namun, dengan tenggat waktu pelepasan air yang direncanakan pada musim panas tahun ini, para nelayan di Fukushima, kawasan tempat gempa bumi dan tsunami dahsyat memicu kebocoran nuklir (meltdown) di PLTN itu pada 2011, merasa khawatir bahwa terlepas dari apakah pelepasan air itu aman atau tidak, "langkah tersebut akan merusak kepercayaan konsumen terhadap hasil tangkapan mereka dan sekali lagi mengancam cara hidup yang telah mereka perjuangkan dengan susah payah untuk kembali pulih," kata laporan itu.
"Radiasi dari pembangkit nuklir yang rusak telah bocor ke laut, mendorong otoritas untuk menghentikan penangkapan ikan di kawasan lepas pantai tiga prefektur yang sebelumnya telah memberi Jepang setengah dari hasil tangkapannya," sebut laporan itu.
Larangan tersebut berlangsung lebih dari setahun dan bahkan setelah dicabut, para nelayan yang berbasis di Fukushima selama bertahun-tahun hanya menghabiskan waktu mereka untuk mengumpulkan sampel uji radioaktivitas atas nama perusahaan listrik milik negara Tokyo Electric Power Company daripada membawa hasil tangkapan mereka ke pasar, tutur laporan itu.
Arus laut telah menyebarkan air yang terkontaminasi sehingga Cesium radioaktif hampir tidak terdeteksi pada ikan dari Prefektur Fukushima. Jepang mencabut pembatasan terakhir yang tersisa pada ikan dari daerah tersebut pada 2021, dan sebagian besar negara juga telah melonggarkan pembatasan impor, tambah laporan tersebut. Selesai