Sejumlah migran menunggu untuk mendarat di Floriana, Malta, pada 29 Januari 2020. (Xinhua/Jonathan Borg)
Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia Volker Turk pada Kamis menyampaikan keprihatinannya perihal situasi berbahaya yang dihadapi para migran dan pencari suaka yang coba menyeberangi Laut Mediterania dan mendesak langkah terkoordinasi untuk memungkinkan upaya penyelamatan secara cepat dan bermartabat, serta pemrosesan yang efisien dan komprehensif di tempat yang aman.
JENEWA, 13 April (Xinhua) -- Lebih dari 26.000 orang tewas atau hilang saat melintasi Laut Mediterania sejak 2014, demikian disampaikan kantor hak asasi manusia (HAM) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Kamis (13/4).
Kantor itu menambahkan bahwa dari jumlah tersebut, lebih dari 20.000 orang tewas di rute Mediterania tengah, yang dianggap sebagai salah satu rute migrasi paling mematikan di dunia.
Komisaris Tinggi PBB untuk HAM Volker Turk pada Kamis menyampaikan keprihatinannya perihal situasi berbahaya yang dihadapi para migran dan pencari suaka yang coba menyeberangi Laut Mediterania tengah dan mendesak langkah terkoordinasi untuk memungkinkan upaya penyelamatan secara cepat dan bermartabat, serta pemrosesan yang efisien dan komprehensif di tempat yang aman.
"Kami melihat peningkatan tajam dalam hal jumlah orang berputus asa yang mempertaruhkan nyawa mereka," kata Turk dalam konferensi pers.
Lebih lanjut Turk mendesak negara-negara untuk membuka saluran migrasi yang lebih teratur, meningkatkan pembagian tanggung jawab, mengatur pendaratan yang aman dan tepat waktu bagi semua orang yang diselamatkan di laut, serta memastikan pemantauan dan pengawasan independen terhadap kebijakan dan praktik migrasi.
Sejumlah migran terlihat di kapal penyelamat di Tripoli, Libya, pada 29 November 2019. (Xinhua/Hamza Turkia)
Menurut rilis pers terbaru dari kantor tersebut, setidaknya empat orang tewas dan 20 lebih lainnya masih dinyatakan hilang setelah dua kapal migran tenggelam di lepas pantai Tunisia pada Sabtu (8/4) pekan lalu.
Sejauh ini pada 2023, Italia melaporkan kedatangan sekitar 31.300 migran, melonjak dari sekitar 7.900 migran pada periode yang sama tahun lalu.
Guna mengendalikan krisis migran, Italia mengumumkan situasi darurat pada Selasa (11/4). Turk berkomentar bahwa "setiap kebijakan baru di bawah situasi darurat harus sejalan dengan kewajiban hak asasi manusia Italia."
"Pengalaman mengajarkan kepada kita bahwa mengambil langkah yang lebih keras dalam mengekang migrasi yang tidak teratur tidak akan mencegah keberangkatan, tetapi justru mengakibatkan lebih banyak penderitaan dan kematian di laut. Sebaliknya, akan jauh lebih baik jika negara-negara menyediakan jalur migrasi yang aman dan teratur serta mencegah kematian yang tidak perlu terjadi," katanya. Selesai