JUDUL: Kisah seniman Gaza daur ulang barang bekas dan limbah besi jadi karya seni
DATELINE: 27 Februari 2023
DURASI: 00:03:17
LOKASI: GAZA, Palestina
KATEGORI: MASYARAKAT
SHOTLIST:
1. Berbagai cuplikan seniman membuat karya seni
2. SOUNDBITE 1 (Bahasa Arab): ASSAF AL-KHARTI, Seniman
3. Berbagai cuplikan seniman membuat karya seni
4. SOUNDBITE 2 (Bahasa Arab): ASSAF AL-KHARTI, Seniman
5. Berbagai cuplikan seniman membuat karya seni
STORYLINE:
Assaf al-Kharti, seorang seniman yang tinggal di Gaza, mendaur ulang barang bekas dan limbah besi untuk membuat karya seni yang mewakili masalah-masalah yang dialami penduduk setempat.
Seniman berusia 29 tahun itu mulai membuat karya seni untuk merefleksikan masalah-masalah yang dihadapi para pemuda di Gaza, seperti pembatasan perjalanan, masalah pendidikan, dan pengangguran.
SOUNDBITE 1 (Bahasa Arab): ASSAF AL-KHARTI, Seniman
"Saya membuat karya seni yang mensimulasikan masalah sosial yang diderita Jalur Gaza. Saya mengangkat isu migrasi kaum muda yang memilukan dengan membuat koper dari barang bekas. Bagi penonton, itu tampak kosong dan ringan, karena tidak berisi apa-apa. Namun, diketahui bahwa barang bekas dan besi itu berat, jadi saya ingin menyoroti beban penderitaan yang diderita kaum muda saat bepergian, dan bahaya yang dihadapi pemuda Gaza dalam emigrasi mereka dari Jalur Gaza. Saya berbicara tentang pelajar sekolah dan dampak selama wabah COVID-19, setelah media sosial memungkinkan pendidikan jarak jauh dilakukan."
Merefleksikan pandangannya tentang kehidupan di Gaza, sang seniman juga turut berpartisipasi secara jarak jauh dalam berbagai acara seni internasional.
Dia berharap dapat secara pribadi berpartisipasi dalam pameran internasional tanpa pembatasan apa pun.
SOUNDBITE 2 (Bahasa Arab): ASSAF AL-KHARTI, Seniman
"Saya ingin pesan saya menjangkau dunia dan dapat menjelaskan masalah sosial di Jalur Gaza. Saya ingin berpartisipasi dalam berbagai pameran seni di luar Jalur Gaza, selain dapat menyelenggarakan pameran seni tunggal."
Israel memberlakukan blokade sejak 2007 lalu. Sejak saat itu, penduduk setempat menderita akibat pembatasan pergerakan dan perjalanan dari wilayah tersebut, yang menjadi rumah bagi lebih dari 2,3 juta orang.
Koresponden Kantor Berita Xinhua melaporkan dari Gaza, Palestina.
(XHTV)
